Sebagai ekspresi perasaan, galau
merupakan sesuatu yang eksistensial (tetap ada; menetap) dalam diri
seseorang. Artinya, secara mendasar perasaan ini terdapat dalam diri
setiap individu.
Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
memberi arti kata galau atau bergalau “sibuk beramai-ramai, ramai
sekali, kacau tidak keruan (pikiran).”
Galau berarti keadaan yang sangat sibuk
atau ramai sehingga membuat pikiran menjadi kacau tidak keruan.
Sedangkan selama ini, kata galau sering dikaitkan dengan suatu dilema
dalam diri; persoalan percintaan atau bahkan kehilangan semangat (mood) dalam mengerjakan sesuatu.
Dengan demikian, istilah ini sering
digunakan untuk menjelaskan keadaan diri yang sedang sedih, sedang
labil, atau sedang penuh pikiran. Biasanya diekspresikan dengan mengeluh
atau bingung.
Tidak heran jika di kalangan orang muda, istilah galau seringkali mengalami proses kreatif dalam percakapan. “Buanglah galau pada tempatnya” atau “Galau: Gelisah Antara Lanjut atau Udahan”
Secara psikologis, istilah galau memiliki padanan dengan kata cemas/kecemasan (anxiety).
Kecemasan dapat memberi arti secara sederhana namun kompleks kepada
istilah galau. Sama seperti kecemasan, perasaan galau muncul dari ego
seseorang.
Teori psikoanalisa Sigmund Freud
menjelaskan panjang lebar istilah cemas/kecemasan. Freud membagi
kecemasan dalam tiga kelompok: kecemasan neurotis, yaitu kecemasan
terhadap sesuatu yang tidak atau belum diketahui.
Kecemasan moral, yaitu kecemasan karena
takut melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan moral. Kecemasan
realistis yaitu kecemasan yang timbul karena bahaya yang datang dari
dunia luar. Setiap bentuk kecemasan ini memberi sumbangan yang berarti
bagi munculnya perasaan galau. Bahkan jika tidak diatasi, perasaan ini
dapat membuat seseorang mengalami kehampaan hidup, kekosongan jiwa atau
depresi.
Dalam alkitab pun dapat kita temukan tokoh-tokoh yang mengalami kegalauan. Paulus sempat galau dan cemas terhadap kehidupan beriman jemaat tesalonika (1 Tesalonika 3:5). Dalam kerinduannya akan Allah Raja Daud pun mengalami kegalauan.
Mazmur 42:5 menulis “…Sementara jiwaku gundah gulana…”. Bahkan berkali-kali Daud memainkan kecapi untuk menghibur Saul yang sedang murung hatinya.
Meskipun istilah galau dalam banyak hal
bernuansa negatif, namun melalui proses kreatif yang positif istilah ini
mendapatkan makna yang lebih positif. Oleh karena itu dalam nuansa baru
secara spiritual, istilah GALAU berarti God Always Listening Always Understanding atau God Always Love All of U (you).
Dengan pemaknaan seperti ini setiap orang mampu menguasai kegalauan dalam arti negatif melalui pemaknaan yang labih positif.
Setiap orang mampu menyadari bahwa di tengah kecemasan jiwanya atau kegundahan batinnya, ada Tuhan yang senantiasa siap mendengar keluh kesah dan mau memahami setiap pergumulan umat-Nya.
Oleh karena hal inilah, penulis Injil Matius dengan indahnya mengungkapkan ajakan Juruselamat: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28).
Setiap kali perasaan galau menguasai hidup, ingatlah selalu akan Tuhan. Sadarilah kehadiran-Nya di setiap peristiwa hidup dan berupayalah melihat Tuhan dalam setiap pergumulan dan kegundahan kita.
Dengan menyadari dan melihat Tuhan maka timbullah gerakan-gerakan batin yang membawa pada perjumpaan dengan Tuhan. Dalam perjumpaan itulah setiap orang mengalami pembaharuan (baca: pemulihan) hidup. GOD ALWAYS LISTENING ALWAYS UNDERSTANDING.
^^
0 komentar:
Posting Komentar